Senin, 25 Juni 2012

Pidato Pengukuhan Guru Besar

POTENSI TUMBUHAN PAKU INDONESIA
SEBAGAI BAHAN BAKU FITOFARMAKA

 

Bismillaahir-rohmaanir-rohim
Assalamu’alaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh
Mudah-mudahan keselamatan, rahmat, dan berkah Allah SWT senantiasa dilimpahkan kepada kita semua. Amin.

Yang terhormat,
Ø  Ketua dan anggota Dewan Penyantun Universitas Negeri Surabaya,
Ø  Rektor selaku Ketua Senat Universitas Negeri Surabaya,
Ø  Pimpinan Tingkat Universitas, Fakultas, dan Jurusan di lingkungan Universitas Negeri Surabaya,
Ø  Dosen, karyawan, dan mahasiswa di lingkungan Universitas Negeri Surabaya,
Ø  Serta seluruh hadirin yang saya muliakan
            Pada kesempatan yang sangat berbahagia ini, perkenankan saya mengajak hadirin untuk bersama-sama memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya, kita dapat berkumpul di ruangan ini dalam keadaan sehat wal ‘afiat, dalam rangka pengukuhan saya sebagai Guru Besar dalam bidang Kimia Organik Bahan Alam (Spesifikasi Herba). Ucapan terimakasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada Menteri Pendidikan Nasional, Rektor selaku Ketua Senat, dan semua anggota Senat Universitas Negeri Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan dukungan kepada saya untuk memperoleh jabatan Guru Besar. Ucapan terimakasih juga tidak lupa saya sampaikan kepada seluruh hadirin yang telah tulus ikhlas meluangkan waktu dan meringankan langkah untuk menghadiri acara ini.
            Pada kesempatan ini perkenankan saya menyampaikan orasi ilmiah, sebagai bentuk tanggungjawab saya sebagai seorang Guru Besar, dengan judul “ Potensi Tumbuhan Paku Indonesia sebagai Bahan Baku Fitofarmaka”.

Hadirin yang saya muliakan,

Indonesia merupakan salah satu dari 7 negara di dunia yang diakui memiliki kekayaan sumber daya alam hayati yang beragam jenisnya atau dikenal dengan istilah megabiodiversity. Salah satu sumber daya alam hayati tersebut adalah berbagai macam tumbuhan, mulai tumbuhan tingkat rendah (jamur, lumut, paku-pakuan) sampai tumbuhan tingkat tinggi (berbagai jenis tumbuhan divisi Angiospermae) yang menghuni berbagai tipe habitat. Sebagai salah satu makhluk ciptaan Allah SWT, tumbuhan memiliki nasib yang sangat berbeda dibandingkan manusia yang dikaruniai akal dan pikiran. Sebagian besar tumbuhan, tumbuh terbuka di alam, sehingga berbagai macam pengaruh dari lingkungan mengancam kelangsungan hidupnya, baik pengaruh yang bersifat biotik (seperti jamur, bakteri, virus, serangga) maupun abiotik (seperti suhu, radiasi matahari, kelembaban udara, cuaca buruk, polutan). Namun demikian jika kita amati ternyata sebagian besar tumbuhan mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya, sangat jarang kita temui tumbuhan yang sakit atau mati. Sebaliknya justru manusia secara turun temurun telah menggunakan bagian dari tanaman tertentu untuk mengobati penyakitnya atau yang dikenal sebagai obat tradisional.  Sebagai contoh kunyit sebagai penurun panas (antipiretik), jahe untuk mengobati masuk angin atau melancarkan peredaran darah (vasodilator), temulawak untuk menjaga kesehatan hati (hepatoprotektor), kulit buah manggis dan daun tapak dara sebagai antikanker (sitostatika), daun katu untuk melancarkan ASI (galaktagog), kulit batang kina untuk antimalaria, dan lain sebagainya (Heyne, 1997; Robinson, 1991; Achmad, dkk., 2007; Anief, 2000).


Hadirin yang saya hormati,
Sifat menakjubkan dari tumbuhan yang mampu memproduksi senyawa berkhasiat obat atau bioaktif tersebut telah menarik minat para peneliti Kimia Organik Bahan Alam untuk mengkaji ilmu kimia dari tumbuhan, baik dari aspek struktur molekul, bioaktivitas, biosintesis, dan farmakologinya. Dari kajian biosintesis secara komprehensif, akhirnya disimpulkan bahwa tumbuhan selain memproduksi metabolit primer, juga mampu menghasilkan metabolit sekunder. Metabolit primer dihasilkan dalam jumlah relatif besar, digunakan untuk pertumbuhan tanaman, misalnya karbohidrat, protein, dan lemak. Sementara itu metabolit sekunder dihasilkan dalam jumlah relatif sedikit, berperan dalam membantu perjuangan tumbuhan menghadapi berbagai tekanan atau pengaruh dari lingkungan. Senyawa kimia tersebut sering dikenal dengan alelopati atau produk alami dan memiliki sifat bioaktif (aktivitas biologis) tertentu. Oleh karena itu keberadaan tumbuhan dapat dipandang sebagai reservoir bahan-bahan kimia yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan lebih lanjut sebagai bahan obat-obatan, bahan baku industri, dan bahan agrokimia (Putnam & Tang, 1986; Manitto, 1992; Heller  & Forkmann, 1994; Achmad, dkk., 1995; Herbert, 1995).

Hadirin yang saya muliakan,
Tumbuhan paku (Pteridophyta) merupakan salah satu divisi tumbuhan yang menjadi kekayaan alam hayati Indonesia. Dari sekitar 10.000 spesies tumbuhan paku di dunia, diperkirakan sebanyak 1.300 spesies di antaranya tumbuh di kawasan Indonesia (Sastrapradja, 1980; Steenish & Holttum, 1982; Jones & Luchsinger, 1987). Berbagai jenis spesies tumbuhan paku telah dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai tanaman hias, bahan obat tradisional, bahan makanan, tanaman pelindung, dan pupuk hijau (Heyne, 1987). Sebagai salah satu tumbuhan yang sudah eksis sejak jaman purba, tumbuhan paku memiliki penampilan yang unik dan eksotik, sehingga banyak digemari masyarakat sebagai tanaman hias (ornamental plant). Beberapa tumbuhan paku telah dikenal dan dimanfaatkan masyarakat sebagai obat tradisional, misalnya cakar ayam (Selaginella doederleinii) digunakan untuk pengobatan kanker dan kardiovaskuler, sisik naga (Drymoglossum piloselloides) dimanfaatkan sebagai penghenti pendarahan, pencahar (laksan),  dan antiradang (antiinflamasi). Sementara itu bagian yang masih muda (pucuk ental) dari beberapa tumbuhan paku, misalnya paku sayur (Athyrium esculentum) dapat digunakan sebagai sayur dan terkenal dengan nama sayur pakis. Semanggi (Marsilea crenata), merupakan salah satu tumbuhan paku yang banyak dimanfaatkan sebagai sayur. Tumbuhan paku yang memiliki perawakan tinggi, seperti paku tiang, dapat digunakan sebagai tanaman pelindung. Sementara itu tumbuhan Azolla pinata digunakan sebagai pupuk hijau. Namun demikian penelitian kandungan kimia dan aktivitas biologisnya dari tumbuhan paku di Indonesia masih sangat jarang dilakukan, termasuk jumlah peneliti fitokimia tumbuhan paku-pun dapat dihitung dengan jari.
Berdasarkan hasil penelitian fitokimia yang telah dilakukan pada beberapa spesies tumbuhan paku dapat dinyatakan bahwa tumbuhan paku memiliki potensi sebagai sumber bahan-bahan kimia yang dapat dikembangkan sebagai bahan obat-obatan, bahan agrokimia, serta bahan-bahan lain yang berguna. Dari tumbuhan paku telah ditemukan berbagai macam senyawa bioaktif golongan terpenoid, steroid, fenilpropanoid, poliketida, flavonoid, alkaloid, stilben, santon, turunan asam benzoat, lipid, dan senyawaan belerang (Franich, et al., 1985; Ageta & Arai, 1990; Robinson, 1991; Bohm, 1994; Wollenweber, et al., 1998; Adam, 1999). Berdasarkan hasil uji bioaktivitas, beberapa metabolit sekunder dari tumbuhan paku menunjukkan aktivitas antibakteri, antifungal, antioksidan, dan sitotoksik. Sebagai contoh, metabolit sekunder golongan fenilpropanoid dari tumbuhan paku Cyclosorus interruptus menunjukkan aktivitas antibakteri yang sangat kuat terhadap bakteri Bacillus cereus dan Staphylococcus epidermidis dan aktivitas sitotoksik yang cukup kuat terhadap sel KB (Quadri-Spinelli, et al., 2000).  Sementara itu senyawa lignan dari tumbuhan paku Selaginella doederleinii (cakar ayam) menunjukkan aktivitas sitotoksik in vitro terhadap sel kanker murine leukemia  L-929 dan sel murine leukemia P-388 (Lin, et al., 1994).

Hadirin yang saya hormati,
 Dari riset terhadap kandungan kimia dan bioaktivitas tumbuhan paku Chingia sakayensis, salah satu spesies tumbuhan paku yang banyak ditemukan di Jawa dan Sumatra, sebanyak 8 senyawa metabolit sekunder telah berhasil saya pisahkan, yakni wax ester heksakosil heksadekanoat,  steroid b-sitosterol, mateucinol, kaemferol, pinocembrin, farerol, mateucinol 7-O-b-D-glukosida, dan mikoniosida A.  Selain heksakosil heksadekanoat dan  b-sitosterol, isolat-isolat tersebut menunjukkan aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker murine leukemia P-388 secara in vitro dengan harga IC50 masing-masing 6,0; 6,25; 61,0; 52,0; 5,4; 34,0 mg/mL. Disamping itu diketahui bahwa beberapa ekstrak tumbuhan paku C.  sakayensis  yakni ekstrak diklorometana daun, ekstrak diklorometana batang, ekstrak etil asetat batang, dan ekstrak metanol batang menunjukkan aktivitas sitotoksik dengan IC50 masing-masing 62,5; 80,0; 15,0; 72,5 mg/mL (Sutoyo, et al., 2007a; Sutoyo, et al, 2007b; Suyatno, 2008).  Dengan demikian isolat matteucinol 7-O-b-D-glukosida dan ekstrak etil asetat batang C. sakayensis sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan antikanker (sitostatika).
Isolat mateucinol 7-O-b-D-glukosida menunjukkan aktivitas sitotoksik yang tertinggi, diikuti oleh matteucinol, kaemferol, mikoniosida A, farrerol, dan pinocembrin. Jika dilakukan kajian hubungan antara struktur molekul dan aktivitas sitotoksik dari isolat flavonoid tersebut maka tampak bahwa aktivitas sitotoksik suatu zat akan meningkat dengan adanya (1). Metilasi pada atom C-6, C-8, dan gugus 4’-OH  (2). Hidroksilasi pada atom C-3 dan C-4’ (3).  Monoglikosilasi pada 7-OH  (4). Dehidrogenasi  pada atom C-2,3. Menurut Constantinou, et al.  (1995), keberadaan ikatan rangkap pada atom C-2,3 yang terkonjugasi dengan gugus karbonil pada atom C-4 serta adanya gugus hidroksil pada C-3, C-7, C-4’ dalam senyawa flavonoid berperan penting untuk menghambat enzim DNA topoisomerase. Keberadaan gugus hidroksil pada C-7 dan C-4’ dalam senyawa flavonoid diperlukan untuk menghambat aktivitas enzim protein kinase C. Sementara itu aktivitas enzim reverse transcriptase dapat dihambat oleh gugus hidroksil pada C-3, C-5, C-7, dan C-4’. Masuknya gugus metil yang bersifat non-polar pada atom C-6, C-8, dan 4’-OH diduga dapat meningkatkan sifat lipofil senyawa flavonoid sehingga memperbesar aktivitas sitotoksiknya. Tingginya aktivitas senyawa flavonoid yang mengalami monoglikosilasi pada 7-OH menunjukkan bahwa masuknya sebuah gugus glukosil pada posisi tersebut disamping tidak mengurangi sifat lipofil secara signifikan juga dapat meningkatkan kelarutan senyawa dalam cairan luar sel sehingga proses transport senyawa tersebut ke tempat aksi atau reseptor berlangsung lebih efektif dan efisien (Purwanto, 2000; Diyah & Hardjono, 2000).
Sementara itu riset yang kami lakukan terhadap tumbuhan paku perak (Pityrogramma calomelanos) telah menemukan keberadaan 3 buah metabolit sekunder golongan flavonoid yakni senyawa 2’,6’-dihidroksi-4’-metoksi dihidrocalkon, kaemferol, dan kuersetin. Ketiga isolat disamping menunjukkan aktivitas antioksidan, juga menunjukkan aktivitas sitotoksik in vitro terhadap sel kanker murine leukemia P-388. Di antara ketiga isolat tersebut, senyawa 2’,6’-dihidroksi-4’-metoksi dihidrocalkon menunjukkan aktivitas sitotoksik yang terbesar dan bahkan lebih kuat dibandingkan senyawa mateucinol 7-O-b-D-glukosida dari tumbuhan paku C. sakayensis, dengan IC50 sebesar 1,6 mg/mL (Suyatno, 2010; Suyatno, dkk., 2010). Dengan demikian isolat tersebut sangat berpotensi sebagai bahan antikanker.
Dari tumbuhan paku gajah (Angiopteris evecta), suatu campuran fitosteroid kampesterol, b-sitosterol, dan stigmasterol telah berhasil dipisahkan dari ekstrak etil asetat bagian daun (Kurniawati & Suyatno, 2010).  Menurut Rao & Koratkar (1997), ketiga fitosteroid tersebut secara in vivo mampu menurunkan kadar kolesterol darah (hipokolesteremik), kolesterol LDL dan lemak darah (hipolipidemik), mengurangi resiko kanker kolon, efektif mengatasi pembesaran prostat (antiinflamasi), antibakteri, antifungal, antiatherogenik, dan antiulseratif.
Suatu senyawa flavonoid yang bersifat antikanker yakni pinostrobin, berhasil diisolasi dari tumbuhan paku cina (Pteriss vittata) (Suyatno, dkk., 2010). Aktivitas antikanker pinostrobin, didukung oleh Smolarz, et al. (2006), yang melaporkan bahwa flavonoid tersebut memiliki aktivitas antikanker leukemia sel line HL-60. Larutan 1 mM pinostrobin  mampu menyebabkan apoptosis sel sebesar 70-88%. Menurut Sukardiman, pinostrobin yang banyak terkandung dalam dalam temu kunci sangat ampuh untuk melawan sel kanker, karena senyawa tersebut bersifat antioksidan, mampu menyebabkan apoptosis sel kanker, serta menghambat kerja enzim DNA topoisomerase I (http://www.ariswan.co.cc).
             
Hadirin yang saya muliakan,
Beberapa contoh hasil penelitian yang telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa tumbuhan paku Indonesia memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan obat herbal fitofarmaka. Fitofarmaka merupakan sediaan obat bahan alam yang dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah melalui uji pra-klinik dan klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi. Oleh karena itu penelitian lanjutan yang berkaitan dengan uji farmakologis serta uji klinis dari isolat dan ekstrak aktif yang telah ditemukan perlu dilakukan untuk menjamin keamanan dan efikasinya sebagai obat herbal.  Mengingat riset lanjutan tersebut membutuhkan dana yang mahal maka sangat dibutuhkan kepedulian pemerintah dan industri farmasi untuk dapat menindaklanjuti temuan peneliti sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas sebagai fitofarmaka. Hingga saat ini dari ribuan produk obat herbal yang telah beredar di masyarakat Indonesia, baru sebanyak 5 jenis yang merupakan fitofarmaka (yakni Stimuno, X-gra, Tensigard, Rheumaneer, dan modiar), sementara sekitar 17 jenis sebagai Obat Herbal Terstandar (OHT), dan yang lain sebagai jamu. Kecenderungan masyarakat yang besar akhir-akhir ini untuk memanfaatkan obat herbal (back to nature), merupakan momen yang sangat tepat bagi pemerintah untuk mengembangkan obat herbal grade fitofarmaka, yang tingkat keamanan dan khasiatnya lebih teruji dibandingkan dalam bentuk jamu yang hanya didasarkan pada pengalaman empiris.
Hadirin yang saya hormati,
Pada akhir orasi ilmiah ini perkenankan saya menyampaikan ucapan  terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang sudah mendukung dan mengantarkan saya untuk mencapai jenjang tertinggi dalam bidang akademik.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Pendidikan Nasional yang telah mengangkat saya menjadi guru besar di bidang Kimia Organik Bahan Alam  (Spesifikasi Herba) sejak 1 Oktober 2010. Terima kasih kepada Rektor Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Bapak Prof. Dr. Muchlas Samani, MPd., selaku Ketua Senat Unesa dan Senat Unesa yang telah memberi kepercayaan kepada saya untuk menjadi guru besar.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Prof. Dr. dr. Tjandrakirana, M.S., Sp. And. selaku Dekan FMIPA dan seluruh anggota Senat FMIPA, Drs. Achmad Lutfi, MPd., selaku Ketua Jurusan Kimia, serta semua dosen  di Jurusan Kimia yang telah banyak membantu proses pengusulan saya menjadi guru besar.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua guru saya di SDN Karangsono, SMPN 1 Maospati, SMAN Maospati, yang semuanya di wilayah kabupaten Magetan, semua dosen saya pada jenjang Sarjana di IKIP Surabaya (Unesa), Magister Kimia di Institut Teknologi Bandung, Doktor di Universitas Airlangga, yang secara tulus telah mendidik dan memberikan bekal ilmu kepada saya.
Ucapan terimakasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada Dra. Roosmaningsih Koesno, yang secara tulus telah mendidik dan menanamkan motivasi tinggi dalam kehidupan saya, kepada bapak Kimia Bahan Alam Indonesia Prof. Dr. Sjamsul Arifin Achmad beserta staf di Kelompok Kimia Organik Bahan Alam ITB (khususnya Prof. Dr. Euis Holisotan Hakim, MS., Drs. Lukman Makmur, Dr. Lia Dewi Juliawaty, MSi) yang telah membimbing saya untuk mengenal dan menekuni Ilmu Kimia Organik Bahan Alam, kepada Prof.Dr. Noor Cholies Zaini, Apt. dan Prof. Dr. rer. nat. Gunawan Indrayanto, Apt. dari Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, yang telah berkenan membimbing penelitian disertasi saya, kepada segenap sejawat dosen di Jurusan Kimia FMIPA UNESA, khususnya dalam Rumpun Kimia Organik (Dra. Sri Hidayati Syarief, MSi., Dra. Nurul Hidajati, MSi., Drs. Ismono, MS., Dr. Tukiran, MSi., Mitarlis, SPd., MSi., dan Rinaningsih, SPd., MPd.) yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada saya.
Ucapan terimakasih yang sangat mendalam saya sampaikan kepada Prof.Dr. R.Y. Perry Burhan dari Jurusan Kimia FMIPA ITS dan Prof.Dr. Leny Yuanita, MKes dari Jurusan Kimia FMIPA UNESA atas kesediaannya meluangkan waktu untuk menilai berkas usulan guru besar saya, serta Prof. Dr. Suyono, MPd. yang selalu memberikan motivasi dan dukungannya.
Kepada semua pihak dan panitia yang telah bekerja keras untuk penyelenggaraan acara ini, saya sampaikan banyak terimakasih.
Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya haturkan kepada kedua orang tua saya Ayahanda Imam Sutoyo (Alm) dan Ibunda Saminah yang telah membesarkan, mendidik, dan selalu mendoakan saya. Juga kepada bapak-ibu mertua saya, bapak Sajuri dan ibu Sukarmi, atas segala dukungan dan doa yang telah diberikan selama ini.
Kepada istriku, Dra. Sri Kustiarini serta anak-anakku Adi Setyo Nugroho dan Fachriza Dian Adiatma, saya sampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga atas semua pengertian, pengorbanan, dorongan, serta doa yang telah diberikan sehingga saya mampu memperoleh jabatan tertinggi dalam bidang akademik.
Terakhir ucapan terima kasih juga tidak lupa saya sampaikan kepada adik-adikku Muchamad Sujak, SPd., Sri Mumpuni, S.Sos., Sri Susanti, SSi, Apt., Pitono, S.P., Joko Susetyo, ST., Dwi Siswoko, Edi Juliarno, dan Dardi Setiawan, atas dukungan moral dan material yang telah diberikan.
Semoga semua amal dan budi baik ibu/ bapak/ saudara mendapatkan balasan yang berlimpah dari Allah SWT. Amien.

Hadirin yang saya banggakan,
Saya mengucapkan banyak terimakasih atas kesabaran dan perhatiannya untuk mengikuti acara ini, semoga dicatat oleh Allah SWT sebagai amal ibadah. Amien.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh














DAFTAR    PUSTAKA

Achmad SA, Hakim EH, Juliawaty LD, Kasuma S, Makmur L, Syah YM, Needs for technology development of tropical bioresources utilization. Proceeding The Second International Forum on Conservation and Sutainable Use of Tropical Bioresources. Jakarta, January 17-19, 1995. 83-92.

Achmad SA, Hakim EH, Makmur L, Syah YM, Juliawaty LD, Mujahidin D. (2007). Ilmu Kimia dan Kegunaan Tumbuh-Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 1. Bandung: Penerbit ITB.

Adam KP.(1999). Phenolic constituents of the fern Phegopteris connectilis. Phytochem. 52 (3) 929-934.

Ageta H & Arai Y. (1990). Chemotaxonomy of ferns.3. Triterpenoids from Polypodium polipodioides. J. Nat. Prod. 53 (2) 325-332.

Anief M. (2000). Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Bohm BA. (1994). The Minor flavonoids. In The Flavonoids. Advances in Research Since 1986. Harborne JB (Ed). London: Chapman & Hall. 408.

Constantinou A, Mehta R, Runyan C, Rao K, Vaughan A, Moon R. (1995). Flavonoids as DNA topoisomerase antagonist and poisons : structure-activity relationships. J. Nat. Prod. 58 [2] 217-225.

Cos P, Calomme M, Sindambiwe J-B, Bruyne TD, Cimanga K, Pieters L, Vlietinck AJ, Berghe DV. (2001). Cytotoxicity and lipid peroxidation-inhibiting activity of flavonoids. Planta Med. 67. 515-519.

Del Ravo CM, Sanchez B, Quiroz H, Contreras JL, Mata R. (1991). Pinocembrin: A bioactive flavanone from Teloxys graveolens.  J. Ethnopharmacol. 31 (3) 383-389.

Diyah NW & Hardjono S. (2000). Hubungan struktur-aktivitas obat antikanker. Dalam Kimia Medisinal. Siswandono dan Soekardjo B (Ed.). Jilid 2. Edisi II. Surabaya: Airlangga University Press. 163-183.

Franich RA, Goodin SJ, Hansen E. (1985). Wax esters of the New Zealand silver fern, Cyathea dealbata. Phytochem. 24 (5) 1093-1095.


Heller W & Forkmann G. (1994). Biosynthesis of Flavonoids. In The Flavonoids. Advances in Research Since 1986. Harborne JB (Ed). London: Chapman & Hall.  

Herbert RB. (1995). Biosintesis Metabolit Sekunder. Penterjemah Bambang Srigandono. Semarang : IKIP Semarang Press.

Heyne K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid 1. Jakarta : Departemen Kehutanan.

Jones SB & Luchsinger AE. (1987).Plant Systematics. New York : Mc Graw-Hill book Company.

Kumar MA, Nair M, Hema PS, Mohan J, Santhoshkumar TR. (2007). Pinocembrin triggers Bax-dependent mitochondrial apoptosis in colon cancer cells. Mol. Carcinog. 46. 231-141.

Kurniawati I & Suyatno. (2010). Senyawa Steroid dari Ekstrak Etil Asetat Daun Tumbuhan Paku Angiopteris evecta (G.Forst) Hoffm. Prosiding Seminar Nasional Kimia. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya. Tanggal 20 Pebruari 2010.

Lin RC, Skaltsounis AL, Seguin E, Tillequin F, Koch M. (1994). Phenolic constituents of Selaginella doederleinii. Planta Med. 60.168-170.

Manitto P. (1992). Biosintesis Produk Alami. Cetakan I. Penterjemah Koensoemardiyah. Semarang: IKIP Semarang Press.

Purwanto. (2000). Hubungan struktur, kelarutan, dan aktivitas biologis obat. Dalam Kimia Medisinal. Siswandono dan Soekardjo B (Ed.). Jilid 1. Edisi II. Surabaya: Airlangga University Press. 121-125.

Putnam AR & Tang CH. (1986). The Science of Allelopathy. New York : John Wiley and Sons.Inc.

Quadri-Spinelli T, Heilmann J, Rali T, Sticher O. (2000). Bioactive coumarine derivative from the fern Cyclosorus interruptus. Planta Med. 66 (8) 728-733.

Rao AV  & Koratkar R. (1997). Anticarcinoenic Effects of Saponin and Phytosterols. Acs Symposium series 662: Antinutrients and Phytochemicals in Food. Washington DC: University of New Foundland. 313-321.

Robinson T. (1991). The Organic Constituents of Higher Plants. 6-th Ed. North Amherst, MA : Cordus Press.

Sastrapradja S. (1980). Jenis Paku Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Siswandono & Soekardjo B. (2000). Kimia Medisinal. Jilid 1. Edisi II. Surabaya: Airlangga University Press.

Smolarz, H.D., Mendyk, E., Bogucka-Kocka, A., Kocki, J. (2006). Pinostrobin-An Anti-Leukemic Flavonoid from Polygonum lapathifolium L. spp. nodosum (Pers) Dans. Z. Naturforsch.  61c. 64-68.

Steenish V & Holttum RE. (1982). Flora Malesiana. London : Martinus Nijhoff/DR.W. Junk Publishers.

Sukardiman. Pinostrobin dalam Temu Kunci Ampuh Melawan Sel Kanker.  http://www.ariswan.co.cc. Diakses tanggal 9 Nopember 2010.

Sutoyo Suyatno., Indrayanto G., Noor Cholies Zaini, N.C. (2007a). Chemical Constituents of the Fern Chingia sakayensis (Zeiller) Holtt (Natural Product Communications, 2 [5] 579-580.

Sutoyo Suyatno., Indrayanto G., Noor Cholies Zaini, N.C.  (2007b). Flavonoids from the fern Chingia sakayensis (Zeiller) Holtt and evaluation of their cytotoxicity againts murine leukemia P-388 cells. (Natural Product Communications. 2 [9] 917-918.

Suyatno. (2008). Senyawa Metabolit Sekunder dari Tumbuhan Paku Chingia sakayensis (Zeiller) Holtt dan Aktivitas Sitotoksisnya terhadap Sel Murine Leukemia P-388 secara in Vitro. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Airlangga.

Suyatno (2010). Suatu Senyawa Antikanker dari Tumbuhan Paku Perak (Pityrogramma calomelanos). Prosiding Seminar Pendidikan Sains. Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya. Tanggal 16 Januari 2010.

Suyatno, Hidajati N., Ekawati M., Umami K., Sari I.P. (2010). Aktivitas Sitotoksik Senyawa Flavonol dari Tumbuhan Paku Perak (Pityrogramma calomelanos). Prosiding Seminar Nasional Kimia. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya. Tanggal 20 Pebruari 2010.

Suyatno, Hidajati N., Asri MT .(2010). Isolasi Senyawa Aktif Antiperoksidasi Lipid dan Antikanker dari Tumbuhan Paku Cina (Pteriss vittata Link). Laporan Penelitian Hibah Strategis Nasional. Lembaga Penelitian Universitas Negeri Surabaya

Wollenweber E, Steven JF, Ivanic M, Deinzer ML. (1998). Acylphloroglucinols and flavonoid aglycones produced by eksternal glands on the leaves of two Dryopteris ferns and Currania robertiana. Phytochem. 48 (6) 931-939.